A. Latar Belakang Masalah
Kita sebagai umat muslim yang meyakini adanya
hukum/syari’at yang dibawa oleh rasulullah SAW, yang mana sari’at ini merupakan
perintah Allah SWT di dalam Al-qur’an yang wajib kita patuhi sebagai bukti
ketaatan kita padanya. Dimana diantara perintahnya itu ialah MENUNAIKAN AMANAT
DAN BERLAKU ADIL dalam kehidupan. Serta MEMUTUSKAN PERKARA berdasarkan AL-Qur’an
dan Hadist. Di dalam makalah ini kami akan membahas sedaya mampu kami sesuai
dengan surat An-nisaa’ ayat 58 dan surat AL-maidah ayat 48.
Agama islam mengajarkan dan memberikan kita aturan yang sebaik
baiknya, dimana kita dianjurkan untuk beamanat dan berlaku adil. Firman Allah
dalam Al qur’an: yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” ( An-nisaa’ ayat 58). Hal ini di sampaikan oleh Allah supaya tidak
terjadinya pertikayan-pertikayan di antara kita sesama umat manusia.
Kemudian islam mengajarkan kita unuk memutuskan
perkara itu sesuai dengan Al qur’an dan Hadis. Sekiranya kita jadi hakim, kita tidak boleh main
mata kepada salah satu pihak sehingga menghasilkan keputusan hukum yang
timpang. Dan
putuskanlah olehmu perkara itu dengan se adil adilnya seuai firman Allah dalam
Al qur’an: yang artinya “Dan Kami telah menurunkan kitab (Al
Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan
kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan
mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap
umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan” ( Al maidah,
ayat 48 ). Jadi
bagaimana kita bisa memahami kedua ayat ini.
Tujuan Penulisan
Secara umum kita belum memahami dengan sepenuhnya tentang
penjelasan-penjelasan hukum/syari’at yang ada di dalam AL-Qur’an, termasuk di
antaranya dalam memahami penafsiran surat An-Nisaa ayat 58 dan surat Al-Maidah
ayat 48. Dari itu makalah ini kami tulis untuk memberikan penjelasan secara
garis besarnya kepada pembaca.
BAB II PEMBAHASAN
A. MENAFSIRKAN SURAT AN-NISAA (58) DAN AL-MAIDAH AYAT (48)
1. Surat An-nisaa’ ayat 58
إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا
الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا
بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّـهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ ۗ إِنَّ اللَّـهَ
كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا ﴿٥٨﴾
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.”
Menurut Ibnu Katsir, kutip Hamka, sebab turunnya ayat ini ialah ketika
Rasulullah saw meminta kunci Ka’bah daripadanya (Usman) sewaktu penaklukan
Makkah lalu menyerahkannya kembali kepadanya.
Sebagaimana dituturkan muallif, sebab diturunkannya ayat ini adalah
mengenai kejadian pada saat penaklukan Kota Mekah, ‘Ali bin Abi Thalib merampas
kunci Ka’bah dari sang juru kunci, ‘Utsman bin Thalhah, lalu menghaturkannya
kepada Rasulullah. Mengetahui perkara ini, Rasulullah justru membacakan ayat
ini dan memerintahkan ‘Ali untuk mengembalikan kunci itu kepada ‘Utsman bin
Thalhah. Kemudian ‘Ali mengembalikannya sambil menyampaikan ayat tersebut. Maka
takjublah hati ‘Utsman bin Thalhah atas sikap Rasulullah, sehingga ia seketika
itu juga memeluk Islam. Kunci itupun tetap dipegangnya hingga ia wafat,
kemudian diserahkan kepada putranya, Syaibah, kemudian berlanjut kepada
cucunya.
إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا
الْأَمَانَاتِ
“sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat”
Penafsiran ayat ini ialah: amanah itu adalah setiap hal yang dipercayakan
kepada seseorang dan ia perintahkan untuk menunaikannya, Allah SWT
memerintahkan hambanya agar menunaikan amanah, maksudnya secara sempurna dan
penuh , tidak dikurangi, dicurangi, dan tidk pula diulur ulur, dan termasuk dalam
amanah disini adalah amanah kekuasaan, harta, rahasia-rahasia, dan
perintah-perintah yang tidak diketahui kecuali oleh Allah semata. (Abdurrahman
bin As Sa'di)
Amanah-amanah itu adalah bermula dari amanah
agung, iaitu amanah yang diserahkan Allah kepada fitrah insan, amanah yang
enggan diterima dan takut dipikul oleh langit, bumi dan gunung-ganang lalu
dipikul oleh makhluk insan iaitu amanah hidayat dan ma’rifat dan beriman kepada
Allah yang terbit dari niat, dari kemahuan, dari usaha yang bersungguh-sungguh
dan dari kecenderungan hati. Inilah amanah istimewa fitrah insaniyah. Selain
dari makhluk insan, maka makhluk-makhluk lain semuanya beriman kepada Allah,
mendapat pertunjuk kepada Allah mengenal Allah, beribadat kepada Allah dan
menta’ati Allah dengan ilham dari Allah. Makhluk-makhluk ini telah dipaksa
Allah menta’ati undang-undang-Nya tanpa usaha yang bersungguh darinya, tanpa
niat, tanpa kemahuan dan tanpa kecenderungan darinya. Ianya insan sahaja
satusatunya makhluk yang diserahkan kepada fitrahnya, akalnya, ma’rifatnya,
kemauannya, kecenderungan dan daya usaha yang dicurahkannya untuk sampai kepada
Allah dengan pertolongan dari Allah. (Zayyid qutb,
2003)
Dari penjelasan diatas kita dapat memahami
bahwa amanat itu berupa paksaan. Dalam artian katanya kita selaku umat manusia
ciptaan Allah SWT yang diberi amanat oleh-NYA, mau tidak mau kita harus
mematuhinya, menjalankannya dan menyampaikannya dengan baik. Karena kita
ketahui bahwa setiap amanat itu akan dimintai oleh Allah pertanggung jawabannya
di akhirat kelak.
Salah satu contoh amanat itu ialah:
kepemimpinan, sama kita ketahui bahwa kepemimpinan adalah manat dari Allah
kepada kita yang akan dimintai pertanggung jawabannya, sebagaimana hadist
Rasullullah SAW:
عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
Ibn umar
r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang
adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya.
إِلَىٰ أَهْلِهَا
“Kepada yang
berhak menerimanya”
Sebuah dalil bahwa tidaklah diserahkan dan ditunaikankepada selain orang
yang berhak menerimanya, dan wakil orang tersebut adalah dalam posisinya,
sehingga apabila ia menyerahkannya kepada selain orang yang berhak menerimanya,
maka tidak dikatakan telah menunaikannya,
Allah menyuruh menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, yaitu
umum mencakup segala amanat segala yang wajib dilakukan oleh manusia, seperti
haka hak Allah dengan manusia seperti shalat, zakat, puasa, bayar kaffarat dan
sebagainya. Hak hak manusia dengan manusia yang lainnya seperti
penitipan-penitipan dan lainnya. (ibnu katsir)
Maksud yang berhak menerimanya itu ialah: tertuju kepada umum kepada
seluruh orang- orang yang terkena beban syari’at, sebagaimana manat bersipat
umum kepada seluruh hah hak yang berkaitan dengan kehormatan, baik berkenaan
dengan hak Allah atau hak manusia. (Ali As Shabuni, 2010)
Dari pendapat di atas kita bisa ambil penjelasannya bahawa yang kepada
yang berhak menerimanya dini ialah hanya kepada muslimlah yang berhak kita
menyampaikan amanat, karena dari pendapat Ash-Shabuni mengatakan yang berhak
menerima amanat itu hanya orang yang terkena beban syari’ah, dan sedang kan
yang terbebani syari’ah hanyalah umat muslim.
وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا
بِالْعَدْلِ
dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil.
Dan Allah (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Hal ini mencakup hukum di antara mereka dalam
perkara darah, harta, maupun kehormatan, baik sedikit maupun banyak, terhadap
yang dekat maupun yang jauh, seseorang yang baik maupun yang jahat, seorang
teman maupun musuh. Maksud dari kata adil disini adalah yang diperintahkan oleh
Allah untuk berhukum dengannya yaitu apa yang di syariatkan oleh Allah melalui
lisan Rasulnya berupa ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum. hal ini menuntut
untuk mengetahui keadilan agar dapat menetapkan hukum dengannya, dan ketika
perintah-perintah tersebut suatu yang baik dan adil.
Yang dimaksud dengan adil dalam firman Allah “hukum dengan adil ialah,
hukum yang berdasarkan kepada al-qur’an dan hadist, karena hukum yang
berdasarkan kepada pemikiran semata-mata bukanlah hukum yang sah. Kalau tidak
diperoleh dari al-quran dan hadist, boleh menghukum dengan jalan ijtihad
seorang hakim, yang mengetahui dengan baik akan hukum Allah dan rasulnya,,
Allah SWT berfirman. “dan barang siapa yang menghukum dengan tidak hukum
yang ditirunkan Allah, maka mereka itu adalah orang orang kafir” pada ayat-ayat lain dikatakan, “
orang-orang yang zalim” dan “oarang-orang
yang fasik”.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesunggunya allah maha mendengar lagi melihat,
Ini merupakan pujian dari allah bagi perintah-perintahnya dan
larangan-larangannya, karna mencakup kemasalahannya dunia dan agirat dan
menolak kemudaratannya pada keduanya,
karna sesungguhnya dzat yang menyariatkannya adalah maha mendengar lagi maha
melihat, yang tidak ada satupun yang tersenbunyi baginya dan dia mengatahui
kemaslahatan hamba, yang mereka sendiri tidak mengetahuinya.
Di akhir ayat,
ditegaskan bahwa Allah Maha Mendangar lagi Maha Melihat.
إِنَّ اللَّـهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Imam As-Sya’rani memahami ungkapan ini sebagai kode bahwa kita harus
mendengar dengan sebaik-baiknya agar bisa bertindak adil. Ketika harus
memutuskan suatu hukum, kita harus mendengarkan berbagai keterangan saksi dan
bukti yang ada tanpa melewatkan segala hal detilnya. Bukan malah mengabaikan
keterangan 90 orang saksi dan hanya melandaskan putusan pada 4 orang saksi
saja. Di samping itu, sebagai hakim (pemutus suatu perkara hukum) kita harus
waspada terhadap pandangan, tidak boleh main mata kepada salah satu pihak
sehingga menghasilkan keputusan hukum yang timpang.
Ungkapan samii’an (Yang Maha Mendengar) didahulukan dari bashiiran
(Yang Maha Melihat) karena, menurut Imam as-Sya’rani pula, menjadi perlambang
bahwa pengetahuan manusia yang diperoleh dari pendengaran lebih dominan
daripada yang berasal dari penglihatan. Meskipun begitu, pengetahuan Allah
tanpa batas dengan ‘pendengaran’ dan ‘penglihatan’ yang mahaluas dan sama-sama
tiada batasnya.
Keselarasan di antara taklif-taklif yang
diperintah taklif menunaikan amanah-amanah dan taklif menghakimkan dengan adil
di antara manusia dengan sifat Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat itu
adalah jelas dan amat halus saranannya, iaitu jika Allah mendengar dan melihat
segala persoalan keadilan dan amanah maka keadilan jika memerlukan kepada
pendengaran yang teliti dan nilaian yang hemat, memerlukan kepada penelitian
keadaan-keadaan latar belakang dan gejala-gejalanya dan mengkaji rahsia-rahsia
di sebalik adalah secara mendalam. Pada akhirnya (ia perlu dilaksanakan begitu
kerana) perintah kedua-dua taklifat adalah terbit dari Allah Yang Maha
Mendengar dan Maha Melihat segala perkara dan urusan.( Zayyid Qudb )
2. Surat Al-maidah ayat 48
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ
مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا
جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ
شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا
آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (٤٨)
-
Dan Kami telah menurunkan kitab (Al Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan
membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan
menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah
dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran
yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.
Penafsiran Ayat:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ “dan kami telah menurunkan kepada
al-kitab” Yakni, al-qur’an yang agung, kitab termulia dan terbaik, بِالْحَقِ”dengan membawa kebenaran” yakni dirunkan dengan benar,
berisi kebenaran pada berita-berita, perintah-perintah, dan larangan-larangannya.
مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ
“membenarkan apa yang sebelumnya
yaitu kitab-kitab(yang diturunkan sebelumnya)”. Karena ia menjadi saksi baginya, setuju dengannya,
berita-berita-beritanya sesuai dengan berita beritanya,syaria’at-syaria’atnya
yang pokok sama dengan syari’at-syaria’atnya, ia memberitahu tentangnya, maka
keberadaanya menjadi kebenarannya.
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ “ dan
batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu” maksudnya, ia mengandung apa
yang dikandung oleh kitab-kitab terdahulu, tetapi ia unggul dalam
tuntutan-tuntutan Ilahiyah dan akhlak-akhlak kejiwaan. Ia adalah kitab yang
menghimpun semua kebenaran yang dibawa kitab-kitab, lalu memerintahkan
kepadanya, mendorong kepadanya, dan memperbanyak jalan yang mengantar
kepadanya.ia adalah kitab yang berisi berita orang-orang yang terdahulu dan
orang-orang yang akan datang. Ia adalah kitab yang mengandung keadilan, hikmah,
dan hukum-hukum, dimana kitab-kitab terdahulu dicocokkan kepadanya, apayang
dinyatakannya benar, maka ia diterima, dan apa yang ditolaknya mak ia di tolak,
dan itu berarti ia telah tercampuri pergantian dan penyelewengan, jika tidak
maka seandainya ia benar dari Allah, niscaya Allah tidak menyelisihinya.
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ “maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan”. Yaitu hukum
syar’i yang diturunkan olaeh Allah kepadamu,
وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ, “dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu”
Maksudya jangan menjadikan sikap mengikuti hawa nafsu mereka yang merusak
menentang kebenaran yang telah datang kepadamu, maka kamupun menukar dengan
yang lebih baik dan lebih rendah.
Masing-masing untuk kalian wahai
umat-umat telah kami jadikan شِرْعَةً
وَمِنْهَاجً “aturan
dari jalan yang terang” yakni jalan
dan sunnah . syariat-syriat ini, yang berbed-beda sesuai dengan perbedaan umat,
inilah syariat yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan masa dan kondisi, dan
semus kembali pada keadilan pada saat (dan tempat) disyariatkannya. Adapaun
prinsip-prinsip dasar yang merupakan kemasslahatan dan hikmah disetiap masa,
maka ia tidak berbeda-beda, ia disyari’atkan pada semua syari’at.
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
“ sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadiaknnya suatu ummat saja”
mengikuti satu syari’at, yang terakhir yang tidak berbeda dari yang
sebelumnya. وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ “tetapi Allah hendak mengujimu terhadap pemberiannya padamu”
dia mengujimu dan melihat bagaimana kamu beramal dan dia menguji
masing-masing umat sesuai dengan hikmahnya dan memberi setiap orang apa yang
layak baginya agar tersjadi saling berlomba-lomba di antar umat. Masing-masing
umat tentu berusaha mengungguli yang lain. Oleh karena itu Dia berfirman فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ “maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan”, yakni
bersegeralah kepadanya, sempurnakanlah.
Kebaikan yang mencakup seluruh kewajiban dan anjuran, baika hak-hak Allah
maupun hak hamba-hambanya, pelakunya belum dianggap berlomba-lomba
padanya,mendahului yang lain, dan menguasai persoalan kecuali dua perkara:
bersegera kepadanya, mamfaatkan peluang manakala waktunya tiba dan penyebabnya
ada, bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya denagn sempurna sesuai dengan
yang diperintahkan.
Ayat ini dijadikan sebagai dalil
atas kewajiban bersegera dalam menjalankan shalat dan ibada-ibadah yang lain
pada awal waktu. Lebih dari itu hendaknya seorang hamba tidak hanya membatasi
diri dari apa yang dianggap cukup dalam
shalat dan ibadah wajib lainny, akan tetapi hendaknya dia melakukan
perkara-perkara sunnah agar lebih lengkap dan sempurna, karena dengan itu dia
meraih gelar berlomba-lomba dalam kebaika.
إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا
“hanya kepada Allah-lah kamu semua kembali”.
Umat-umat yang dulu dan umat yang akan datang., smua nya akan
kembali pada Alla pada hari yang tidak ada kebimbangan kepadanya, فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
.“lalu diberikannya kepadamu apa yang kamu perselisikan itu”. Yaitu,
syria’at-syari’at dan amal-amal perbuatan, maka dia memberi pahala kepada
pengikut kebenaran dan amal perbuatan dan amal shahih dan menghukum pengikut
kebatialan dan amal buruk.
3. Hubungan Antara Penafsiran Surah An-Nisaa’ Ayat 58 dan Al-Maidah Ayat 48
Berbicara tentang hubungan, maka kita bisa memaknainya dengan adanya
keterkaitan, kesamaan maka, kesamaan tujuan dan masalah yang terdapat di
dalamnya. Dari situ kita bisa melihat adanya keterkaitan ataupun hubungan
antara dua ayata ini, yakni surat an-nisa ayat 58 dan al-maidah ayat 48 yang
sudah kita terangkan di atas. yang mana pada pengertian “ berlaku adil” dan
“memutuskan perkara”.
Berlaku adil berarti ada perkara tertentu yang membuat kita harus berlaku
adil terhadapnya, sedangkan memutuskan sebuah perkara kita harus berlaku dengan
seadil adilnya. Dan di dalam ayat di atas pun kita selaku hamba Allah
disyari’atkan untuk berlaku demikian, yakni berlaku adil dan memutuskan
perkara. Jadi intinya kita di perintahkan untuk mengadili atau memutuskan suatu
perkara harus dilandasi dengan Al qur’an dan Hadist, sebagaimana yang telah di
syari’atkan oleh Allah pada kita yang disampaikan oleh Rasulnya.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membahas perihal di atas,
yang menjadi persoalan terpenting di dalamnya atau pun yang menjadi sebagai
kesimpulan sekaligus ringkasannya bahwa:
Dalam surat an-nisaa’ ayat 58
Allah menyuruh kita agar menyampaikan amanah itu dengan sebaik-baiknya yang
sesuai dengan tuntunannya. Yang mana apabila kita menyampaikan suatu amanat
kepada seseorang, maka hendaklah amant itu kita sampaikan kepada yang berhak
atupun yang pantas (sanggup) dalam mengemban amanat tersebut. Dan Allah menyuruh, hendaknya kita sampaikan
amanat itu kepada orang yang terkena hukum/syari’at. (Ash-Shabuni) dan Allah juga menyurh kita untuk menetapkan suatu
perkara sesuai dengan surat al-maidah ayat 48.
Jadi berlakulah kita dalam
perkara menyampaikan amanah dan menetapkan suatu perkara itu sesuai dengan
perintah Allah SWT dan hendaklah kita berlaku adil dimata Allah dan dimata
manusia.
SARAN
Dalam penulisan makalah ini pasti ada kesalahan-kesalahan
tertantu, baik dalam penulisan maupun dalam penafsiran. Karna memang kita
selaku umat manusia yang tidak luput dari salah dan lupa, sebagaimana
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman bin As Sa'di. terjemahan tafsir As
sa'di. Jakarta: Buana Ilmu Islami BILI.
Ali As Shabuni.
(2010). Tafsir shafwatut. Jakarta: al kautsar.
ibnu katsir. tafsir
Ibnu katsir. Jakarta: Sinar Baru Algesindo.
Sa'di, A. b. tafsir
As Sa'di.
Zayyid qutb. (2003). tafsir
fi zhilalil qur'an. Jakarta: Robbani press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar