Senin, 26 Oktober 2015

Tafsir surat annisa' ayat 58 dan 48


A.   Latar  Belakang Masalah

Kita sebagai umat muslim yang meyakini adanya hukum/syari’at yang dibawa oleh rasulullah SAW, yang mana sari’at ini merupakan perintah Allah SWT di dalam Al-qur’an yang wajib kita patuhi sebagai bukti ketaatan kita padanya. Dimana diantara perintahnya itu ialah MENUNAIKAN AMANAT DAN BERLAKU ADIL dalam kehidupan. Serta MEMUTUSKAN PERKARA berdasarkan AL-Qur’an dan Hadist. Di dalam makalah ini kami akan membahas sedaya mampu kami sesuai dengan surat An-nisaa’ ayat 58 dan surat AL-maidah ayat 48.
Agama islam mengajarkan dan memberikan kita aturan yang sebaik baiknya, dimana kita dianjurkan untuk beamanat dan berlaku adil. Firman Allah dalam Al qur’an: yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” ( An-nisaa’ ayat 58). Hal ini di sampaikan oleh Allah supaya tidak terjadinya pertikayan-pertikayan di antara kita sesama umat manusia.

Kemudian islam mengajarkan kita unuk memutuskan perkara itu sesuai dengan Al qur’an dan Hadis. Sekiranya kita jadi hakim, kita tidak boleh main mata kepada salah satu pihak sehingga menghasilkan keputusan hukum yang timpang. Dan putuskanlah olehmu perkara itu dengan se adil adilnya seuai firman Allah dalam Al qur’an: yang artinya “Dan Kami telah menurunkan kitab (Al Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan” ( Al maidah, ayat 48 ). Jadi bagaimana kita bisa memahami kedua ayat ini.

Tujuan Penulisan

Secara umum kita belum memahami dengan sepenuhnya tentang penjelasan-penjelasan hukum/syari’at yang ada di dalam AL-Qur’an, termasuk di antaranya dalam memahami penafsiran surat An-Nisaa ayat 58 dan surat Al-Maidah ayat 48. Dari itu makalah ini kami tulis untuk memberikan penjelasan secara garis besarnya kepada pembaca.

























BAB II PEMBAHASAN

A.   MENAFSIRKAN SURAT AN-NISAA (58) DAN AL-MAIDAH AYAT (48)

1.      Surat An-nisaa’ ayat 58

إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ‌كُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّـهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ ۗ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرً‌ا ﴿٥٨
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Menurut Ibnu Katsir, kutip Hamka, sebab turunnya ayat ini ialah ketika Rasulullah saw meminta kunci Ka’bah daripadanya (Usman) sewaktu penaklukan Makkah lalu menyerahkannya kembali kepadanya.

Sebagaimana dituturkan muallif, sebab diturunkannya ayat ini adalah mengenai kejadian pada saat penaklukan Kota Mekah, ‘Ali bin Abi Thalib merampas kunci Ka’bah dari sang juru kunci, ‘Utsman bin Thalhah, lalu menghaturkannya kepada Rasulullah. Mengetahui perkara ini, Rasulullah justru membacakan ayat ini dan memerintahkan ‘Ali untuk mengembalikan kunci itu kepada ‘Utsman bin Thalhah. Kemudian ‘Ali mengembalikannya sambil menyampaikan ayat tersebut. Maka takjublah hati ‘Utsman bin Thalhah atas sikap Rasulullah, sehingga ia seketika itu juga memeluk Islam. Kunci itupun tetap dipegangnya hingga ia wafat, kemudian diserahkan kepada putranya, Syaibah, kemudian berlanjut kepada cucunya.
إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ‌كُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ
“sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat”
Penafsiran ayat ini ialah: amanah itu adalah setiap hal yang dipercayakan kepada seseorang dan ia perintahkan untuk menunaikannya, Allah SWT memerintahkan hambanya agar menunaikan amanah, maksudnya secara sempurna dan penuh , tidak dikurangi, dicurangi, dan tidk pula diulur ulur, dan termasuk dalam amanah disini adalah amanah kekuasaan, harta, rahasia-rahasia, dan perintah-perintah yang tidak diketahui kecuali oleh Allah semata. (Abdurrahman bin As Sa'di)

Amanah-amanah itu adalah bermula dari amanah agung, iaitu amanah yang diserahkan Allah kepada fitrah insan, amanah yang enggan diterima dan takut dipikul oleh langit, bumi dan gunung-ganang lalu dipikul oleh makhluk insan iaitu amanah hidayat dan ma’rifat dan beriman kepada Allah yang terbit dari niat, dari kemahuan, dari usaha yang bersungguh-sungguh dan dari kecenderungan hati. Inilah amanah istimewa fitrah insaniyah. Selain dari makhluk insan, maka makhluk-makhluk lain semuanya beriman kepada Allah, mendapat pertunjuk kepada Allah mengenal Allah, beribadat kepada Allah dan menta’ati Allah dengan ilham dari Allah. Makhluk-makhluk ini telah dipaksa Allah menta’ati undang-undang-Nya tanpa usaha yang bersungguh darinya, tanpa niat, tanpa kemahuan dan tanpa kecenderungan darinya. Ianya insan sahaja satusatunya makhluk yang diserahkan kepada fitrahnya, akalnya, ma’rifatnya, kemauannya, kecenderungan dan daya usaha yang dicurahkannya untuk sampai kepada Allah dengan pertolongan dari Allah. (Zayyid qutb, 2003)

Dari penjelasan diatas kita dapat memahami bahwa amanat itu berupa paksaan. Dalam artian katanya kita selaku umat manusia ciptaan Allah SWT yang diberi amanat oleh-NYA, mau tidak mau kita harus mematuhinya, menjalankannya dan menyampaikannya dengan baik. Karena kita ketahui bahwa setiap amanat itu akan dimintai oleh Allah pertanggung jawabannya di akhirat kelak.

Salah satu contoh amanat itu ialah: kepemimpinan, sama kita ketahui bahwa kepemimpinan adalah manat dari Allah kepada kita yang akan dimintai pertanggung jawabannya, sebagaimana hadist Rasullullah SAW:

عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
Ibn umar r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya.

إِلَىٰ أَهْلِهَا
Kepada yang berhak menerimanya”
Sebuah dalil bahwa tidaklah diserahkan dan ditunaikankepada selain orang yang berhak menerimanya, dan wakil orang tersebut adalah dalam posisinya, sehingga apabila ia menyerahkannya kepada selain orang yang berhak menerimanya, maka tidak dikatakan telah menunaikannya,
Allah menyuruh menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, yaitu umum mencakup segala amanat segala yang wajib dilakukan oleh manusia, seperti haka hak Allah dengan manusia seperti shalat, zakat, puasa, bayar kaffarat dan sebagainya. Hak hak manusia dengan manusia yang lainnya seperti penitipan-penitipan dan lainnya. (ibnu katsir)

Maksud yang berhak menerimanya itu ialah: tertuju kepada umum kepada seluruh orang- orang yang terkena beban syari’at, sebagaimana manat bersipat umum kepada seluruh hah hak yang berkaitan dengan kehormatan, baik berkenaan dengan hak Allah atau hak manusia. (Ali As Shabuni, 2010)

Dari pendapat di atas kita bisa ambil penjelasannya bahawa yang kepada yang berhak menerimanya dini ialah hanya kepada muslimlah yang berhak kita menyampaikan amanat, karena dari pendapat Ash-Shabuni mengatakan yang berhak menerima amanat itu hanya orang yang terkena beban syari’ah, dan sedang kan yang terbebani syari’ah hanyalah umat muslim.

وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ 
dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Dan Allah (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Hal ini mencakup hukum di antara mereka dalam perkara darah, harta, maupun kehormatan, baik sedikit maupun banyak, terhadap yang dekat maupun yang jauh, seseorang yang baik maupun yang jahat, seorang teman maupun musuh. Maksud dari kata adil disini adalah yang diperintahkan oleh Allah untuk berhukum dengannya yaitu apa yang di syariatkan oleh Allah melalui lisan Rasulnya berupa ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum. hal ini menuntut untuk mengetahui keadilan agar dapat menetapkan hukum dengannya, dan ketika perintah-perintah tersebut suatu yang baik dan adil.

Yang dimaksud dengan adil dalam firman Allah “hukum dengan adil ialah, hukum yang berdasarkan kepada al-qur’an dan hadist, karena hukum yang berdasarkan kepada pemikiran semata-mata bukanlah hukum yang sah. Kalau tidak diperoleh dari al-quran dan hadist, boleh menghukum dengan jalan ijtihad seorang hakim, yang mengetahui dengan baik akan hukum Allah dan rasulnya,, Allah SWT berfirman. “dan barang siapa yang menghukum dengan tidak hukum yang ditirunkan Allah, maka mereka itu adalah orang orang kafir”  pada ayat-ayat lain dikatakan, “ orang-orang yang zalim”  dan “oarang-orang yang fasik”.

إِنَّ اللَّـهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ ۗ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرً‌ا ﴿٥٨
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesunggunya allah maha mendengar lagi melihat,

Ini merupakan pujian dari allah bagi perintah-perintahnya dan larangan-larangannya, karna mencakup kemasalahannya dunia dan agirat dan menolak  kemudaratannya pada keduanya, karna sesungguhnya dzat yang menyariatkannya adalah maha mendengar lagi maha melihat, yang tidak ada satupun yang tersenbunyi baginya dan dia mengatahui kemaslahatan hamba, yang mereka sendiri tidak mengetahuinya.

Di akhir ayat, ditegaskan bahwa Allah Maha Mendangar lagi Maha Melihat.
إِنَّ اللَّـهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرً‌ا
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Imam As-Sya’rani memahami ungkapan ini sebagai kode bahwa kita harus mendengar dengan sebaik-baiknya agar bisa bertindak adil. Ketika harus memutuskan suatu hukum, kita harus mendengarkan berbagai keterangan saksi dan bukti yang ada tanpa melewatkan segala hal detilnya. Bukan malah mengabaikan keterangan 90 orang saksi dan hanya melandaskan putusan pada 4 orang saksi saja. Di samping itu, sebagai hakim (pemutus suatu perkara hukum) kita harus waspada terhadap pandangan, tidak boleh main mata kepada salah satu pihak sehingga menghasilkan keputusan hukum yang timpang.

Ungkapan samii’an (Yang Maha Mendengar) didahulukan dari bashiiran (Yang Maha Melihat) karena, menurut Imam as-Sya’rani pula, menjadi perlambang bahwa pengetahuan manusia yang diperoleh dari pendengaran lebih dominan daripada yang berasal dari penglihatan. Meskipun begitu, pengetahuan Allah tanpa batas dengan ‘pendengaran’ dan ‘penglihatan’ yang mahaluas dan sama-sama tiada batasnya.

Keselarasan di antara taklif-taklif yang diperintah taklif menunaikan amanah-amanah dan taklif menghakimkan dengan adil di antara manusia dengan sifat Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat itu adalah jelas dan amat halus saranannya, iaitu jika Allah mendengar dan melihat segala persoalan keadilan dan amanah maka keadilan jika memerlukan kepada pendengaran yang teliti dan nilaian yang hemat, memerlukan kepada penelitian keadaan-keadaan latar belakang dan gejala-gejalanya dan mengkaji rahsia-rahsia di sebalik adalah secara mendalam. Pada akhirnya (ia perlu dilaksanakan begitu kerana) perintah kedua-dua taklifat adalah terbit dari Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat segala perkara dan urusan.( Zayyid Qudb )

2.      Surat Al-maidah ayat 48

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (٤٨) -

Dan Kami telah menurunkan kitab (Al Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.

Penafsiran Ayat:

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ “dan kami telah menurunkan kepada al-kitab” Yakni, al-qur’an yang agung, kitab termulia dan terbaik,  بِالْحَقِdengan membawa kebenaran” yakni dirunkan dengan benar, berisi kebenaran pada berita-berita, perintah-perintah, dan larangan-larangannya.

مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ “membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab(yang diturunkan sebelumnya)”. Karena ia menjadi saksi baginya, setuju dengannya, berita-berita-beritanya sesuai dengan berita beritanya,syaria’at-syaria’atnya yang pokok sama dengan syari’at-syaria’atnya, ia memberitahu tentangnya, maka keberadaanya menjadi kebenarannya.

وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِdan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu” maksudnya, ia mengandung apa yang dikandung oleh kitab-kitab terdahulu, tetapi ia unggul dalam tuntutan-tuntutan Ilahiyah dan akhlak-akhlak kejiwaan. Ia adalah kitab yang menghimpun semua kebenaran yang dibawa kitab-kitab, lalu memerintahkan kepadanya, mendorong kepadanya, dan memperbanyak jalan yang mengantar kepadanya.ia adalah kitab yang berisi berita orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang akan datang. Ia adalah kitab yang mengandung keadilan, hikmah, dan hukum-hukum, dimana kitab-kitab terdahulu dicocokkan kepadanya, apayang dinyatakannya benar, maka ia diterima, dan apa yang ditolaknya mak ia di tolak, dan itu berarti ia telah tercampuri pergantian dan penyelewengan, jika tidak maka seandainya ia benar dari Allah, niscaya Allah tidak menyelisihinya.

 فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ “maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang  Allah turunkan”. Yaitu hukum syar’i yang diturunkan olaeh Allah kepadamu,

وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ, “dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu”

Maksudya jangan menjadikan sikap mengikuti hawa nafsu mereka yang merusak menentang kebenaran yang telah datang kepadamu, maka kamupun menukar dengan yang lebih baik dan lebih rendah.

Masing-masing untuk kalian wahai umat-umat telah kami jadikan شِرْعَةً وَمِنْهَاجًaturan dari jalan yang terang  yakni jalan dan sunnah . syariat-syriat ini, yang berbed-beda sesuai dengan perbedaan umat, inilah syariat yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan masa dan kondisi, dan semus kembali pada keadilan pada saat (dan tempat) disyariatkannya. Adapaun prinsip-prinsip dasar yang merupakan kemasslahatan dan hikmah disetiap masa, maka ia tidak berbeda-beda, ia disyari’atkan pada semua syari’at.

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةًsekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadiaknnya suatu ummat saja” mengikuti satu syari’at, yang terakhir yang tidak berbeda dari yang sebelumnya.  وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْtetapi Allah hendak mengujimu terhadap pemberiannya padamu” dia mengujimu dan melihat bagaimana kamu beramal dan dia menguji masing-masing umat sesuai dengan hikmahnya dan memberi setiap orang apa yang layak baginya agar tersjadi saling berlomba-lomba di antar umat. Masing-masing umat tentu berusaha mengungguli yang lain. Oleh karena itu Dia berfirman فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِmaka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan”, yakni bersegeralah kepadanya, sempurnakanlah.

Kebaikan yang mencakup seluruh kewajiban dan anjuran, baika hak-hak Allah maupun hak hamba-hambanya, pelakunya belum dianggap berlomba-lomba padanya,mendahului yang lain, dan menguasai persoalan kecuali dua perkara: bersegera kepadanya, mamfaatkan peluang manakala waktunya tiba dan penyebabnya ada, bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya denagn sempurna sesuai dengan yang diperintahkan.

Ayat ini dijadikan sebagai dalil atas kewajiban bersegera dalam menjalankan shalat dan ibada-ibadah yang lain pada awal waktu. Lebih dari itu hendaknya seorang hamba tidak hanya membatasi diri dari  apa yang dianggap cukup dalam shalat dan ibadah wajib lainny, akan tetapi hendaknya dia melakukan perkara-perkara sunnah agar lebih lengkap dan sempurna, karena dengan itu dia meraih gelar berlomba-lomba dalam kebaika.

إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًاhanya kepada Allah-lah kamu semua kembali”.  Umat-umat yang dulu dan umat yang akan datang., smua nya akan kembali pada Alla pada hari yang tidak ada kebimbangan kepadanya,  فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ .“lalu diberikannya kepadamu apa yang kamu perselisikan itu”. Yaitu, syria’at-syari’at dan amal-amal perbuatan, maka dia memberi pahala kepada pengikut kebenaran dan amal perbuatan dan amal shahih dan menghukum pengikut kebatialan dan amal buruk.

3.      Hubungan Antara Penafsiran Surah An-Nisaa’ Ayat 58 dan Al-Maidah Ayat 48

Berbicara tentang hubungan, maka kita bisa memaknainya dengan adanya keterkaitan, kesamaan maka, kesamaan tujuan dan masalah yang terdapat di dalamnya. Dari situ kita bisa melihat adanya keterkaitan ataupun hubungan antara dua ayata ini, yakni surat an-nisa ayat 58 dan al-maidah ayat 48 yang sudah kita terangkan di atas. yang mana pada pengertian “ berlaku adil” dan “memutuskan perkara”.

Berlaku adil berarti ada perkara tertentu yang membuat kita harus berlaku adil terhadapnya, sedangkan memutuskan sebuah perkara kita harus berlaku dengan seadil adilnya. Dan di dalam ayat di atas pun kita selaku hamba Allah disyari’atkan untuk berlaku demikian, yakni berlaku adil dan memutuskan perkara. Jadi intinya kita di perintahkan untuk mengadili atau memutuskan suatu perkara harus dilandasi dengan Al qur’an dan Hadist, sebagaimana yang telah di syari’atkan oleh Allah pada kita yang disampaikan oleh Rasulnya.































BAB III PENUTUP


A.   Kesimpulan

Setelah membahas perihal di atas, yang menjadi persoalan terpenting di dalamnya atau pun yang menjadi sebagai kesimpulan sekaligus ringkasannya bahwa:
Dalam surat an-nisaa’ ayat 58 Allah menyuruh kita agar menyampaikan amanah itu dengan sebaik-baiknya yang sesuai dengan tuntunannya. Yang mana apabila kita menyampaikan suatu amanat kepada seseorang, maka hendaklah amant itu kita sampaikan kepada yang berhak atupun yang pantas (sanggup) dalam mengemban amanat tersebut.  Dan Allah menyuruh, hendaknya kita sampaikan amanat itu kepada orang yang terkena hukum/syari’at. (Ash-Shabuni) dan Allah juga menyurh kita untuk menetapkan suatu perkara sesuai dengan surat al-maidah ayat 48.
Jadi berlakulah kita dalam perkara menyampaikan amanah dan menetapkan suatu perkara itu sesuai dengan perintah Allah SWT dan hendaklah kita berlaku adil dimata Allah dan dimata manusia.

SARAN

Dalam penulisan makalah ini pasti ada kesalahan-kesalahan tertantu, baik dalam penulisan maupun dalam penafsiran. Karna memang kita selaku umat manusia yang tidak luput dari salah dan lupa, sebagaimana  












DAFTAR PUSTAKA

 

Abdurrahman bin As Sa'di. terjemahan tafsir As sa'di. Jakarta: Buana Ilmu Islami BILI.
Ali As Shabuni. (2010). Tafsir shafwatut. Jakarta: al kautsar.
ibnu katsir. tafsir Ibnu katsir. Jakarta: Sinar Baru Algesindo.
Sa'di, A. b. tafsir As Sa'di.
Zayyid qutb. (2003). tafsir fi zhilalil qur'an. Jakarta: Robbani press.




                                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar